Label

Minggu, 05 Februari 2012

Pemimpin STAF

Analisis - 29 August 2011
Oleh : Munzami Hs – Seorang nasrani dan guru besar astronomi Amerika, Michael H Hart, dalam bukunya ”The 100: A Rangking of The Most Influential Persons in History” (New York, 1978) menempatkan sosok Muhammad berada pada urutan pertama dalam 100 tokoh berpengaruh dunia.
Kemudian, Jules Masserman (Psychoanalyst and Professor of the Chicago University) juga berpendapat bahwa; ”Pasteur dan Salk adalah pemimpin dalam satu hal (intelektualitas-pen). Gandhi dan Konfusius pada hal lain serta Alexander, Julius Caesar dan Hitler mungkin pemimpin pada kategori kedua dan ketiga (reliji dan militer). Jesus dan Buddha mungkin hanya pada kategori kedua. Mungkin pemimpin terbesar sepanjang masa adalah Muhammad, yang sukses pada ketiga kategori tersebut.” (Majalah TIME, 15 Juli 1974).
Dua pernyataan di atas merupakan sebagian bukti bahwa Muhammad SAW merupakan sosok yang paling berpengaruh di dunia. Leader terbaik sepanjang sejarah umat manusia serta menjadi prototype bagi umat manusia mengenai bagaimana menjadi seorang pemimpin, baik pemimpin rumah tangga, pemimpin sebuah kelompok hingga pemimpin sebuah negara. Kepemimpinan Nabi Muhammad sepatutnya menjadi tauladan bagi pemimpin-pemimpin kita, baik dalam berpikir, bersikap dan bertindak.

Mengenai kepemimpinan, ada ratusan teori yang dikemukakan oleh berbagai ahli tentang leadership concept atau konsep kepemimpinan seorang pemimpin. Max Weber misalnya, seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang membahas tentang kepemimpinan karismatik. Lebih seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma sebagai ”suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin. (http://id.wikipedia.org).
J Kauzes dan B Posner (dua professor kepemimpinan dari Santa Clara University) menyebutkan ”kepemimpinan adalah suatu hubungan timbal balik antara mereka yang memilih untuk memimpin dan mereka yang memutuskan untuk mengikuti’’(Credibility, 1997). Namun walaupun sudah familiar di masyarakat, pada artikel ini penulis mencoba mengemukakan kembali tentang sifat-sifat kepemimpinan yang diwariskan oleh Rasulullah, yang sering disederhanakan hanya mencakup empat elemen yaitu Siddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah atau disingkat dengan STAF.
Pertama adalah Siddiq, yaitu berkata benar/jujur antara perkataan dan perbuatan, di dalam masyarakat Aceh sering disebutkan dengan istilah ’’peugah lagee buet, peubuet lagee na’’. Kejujuran merupakan modal utama dalam hidup, kapan pun dan di manapun seseorang berada. Seorang pemimpin eksekutif misalnya, tentu berkewajiban mengimplementasikan setiap apa yang dijanjikannya pada saat kampanye, kemudian berkewajiban menepati janji-janji tersebut terhadap rakyat ketika di kemudian hari terpilih, baik itu sebagai Gubernur, Bupati ataupun Walikota.
Kedua adalah Tabligh, yaitu menyampaikan atau istilah populer sekarang disebut dengan communicator atau transformer. Sifat ini tentu harus dimiliki oleh setiap pemimpin, apalagi pemimpin setingkat gubernur yang dituntut untuk cakap dalam berkomunikasi dengan semua pihak, mampu menjalin hubungan baik dengan berbagai elemen dan terutama sekali dengan rakyat selaku konstituen yang telah memberi wewenang sebagai representatif mereka.
Ketiga adalah Amanah, yaitu bisa dipercaya dan bertanggung jawab. Artinya kredibilitas dan integritas seorang pemimpin tentu menjadi tolak ukur bagi masyarakat dalam memilih pemimpin terbaik, tidak terjerat kasus hukum ataupun tidak terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda: ”Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka”. (HR Bukhari).
Keempat adalah Fathanah, yaitu cerdas, pintar, atau istilah sekarang sering disebut smart leader. Kecerdasan yang dimaksud di antaranya kecakapan dalam memahami berbagai problematika ummat, mampu melakukan berbagai langkah progressif dalam mengatasi berbagai problematika di masyarakat. Dalam konteks Aceh, misalnya; persoalan masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Aceh yang masih diatas rata-rata nasional, hal ini tentu butuh langkah strategis dari seorang pemimpin baik Gubernur, Bupati ataupun Walikota yang nantinya terpilih untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang mampu menyerap tenaga kerja sehingga dapat menekan angka kemiskinan dan pengangguran.
Jika ke-empat sifat atau dimensi kepemimpinan di atas dimiliki oleh figur-figur yang maju sebagai calon eksekutif Aceh untuk periode 2012-2017, maka harapan akan Aceh yang berkeadilan, sejahtera dan berperadaban Insya Allah akan dekat dengan kenyataan. Akan tetapi, lain halnya jika calon-calon eksekutif yang nantinya dipilih oleh rakyat adalah figur-figur yang cacat hukum, pernah terlibat KKN, bermental penipu, dan minim akan wawasan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka nasib Aceh selama 5 tahun ke depan masih tetap bergelut dengan kemiskinan, pengangguran, kemerosotan ekonomi dan dampak negatif lainnya.
Akhirnya, penulis mencoba menarik kesimpulan bahwa; untuk menjadi seorang pemimpin, apakah itu pemimpin sebuah organisasi, korporasi, birokrasi ataupun pemimpin bagi keluarga sekalipun cukup hanya dengan bermodal STAF (Siddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah), seperti yang telah diwariskan oleh pemimpin terbaik sepanjang sejarah umat manusia, Rasulullah Muhammad SAW. Seyogianya, setiap pemimpin tentu memiliki staf ahli atau staf khusus, akan tetapi akan lebih ideal jika seorang pemimpin juga memiliki ’’STAF’’ atau empat sifat di atas dalam dirinya sehingga apa yang dipimpinnya akan terlaksana sesuai dengan harapan, khususnya harapan umat selaku konstituen.
Menjelang Pemilukada Aceh yang akan datang, masyarakat tentu mampu menilai dan menentukan siapa pemimpin yang memiliki atau mendekati empat kriteria di atas untuk diamanatkan sebagai representatif ummat, mampu melayani dan menangani berbagai problematika masyarakat ke arah tatanan kehidupan yang berkeadilan dan penuh kedamaian menuju Aceh yang sejahtera dan berperadaban di mata dunia.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsyiah dan pegiat di IDEAS.
Artikel ini dimuat di : Harian Aceh

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini