Label

Sabtu, 20 Februari 2010

UNTUK REKTOR UNSYIAH 2010-2014

Tulisan ini dibuat bukan untuk menghangatkan isu public karena Unsyiah akan segera memilih Rektor baru, akan tetapi merupakan sebuah pesan bagi siapapun yang akan menduduki posisi orang nomor satu di kampus Jantoeng Hatee Rakyat Aceh dengan plat BL 7.

Bukan untuk sekedar menuntut kepada calon Rektor yang akan dipilih oleh senat yang hanya berjumlah 62 orang, walaupun 23.000 mahasiswa Unsyiah sampai hari tetap menginginkan Pemilihan Rektor yang melibatkan mahasiswa sebagai salah satu elemen terbesar kampus. Akan tetapi, pesan ini merupakan sebuah harapan dari seorang mahasiswa Unsyiah untuk menyampaikan aspirasi bagaimana seorang Rektor yang dihormati dan dicintai mahasiswa.

Mahasiswa sebagai elemen terbesar didalam sebuah perguruan tinggi[Unsyiah], merupakan elemen yang sangat menentukan baik atau tidaknya sebuah perguruan tinggi. Terlepas kompetensi dosen dan ketersediaan infrastruktur dan fasilitas yang juga menjadi perhatian, tak bisa dipungkiri memang mahasiswa dengan berbagai dinamika didalamnya akan sangat menentukan sebuah perguruan tinggi menjadi World Class University(masih impian) atau menuju visi kampus Unsyiah menjadi terkemuka di Asia Tenggara maupun sebagai centre of change.

Sejatinya, tak banyak yang diharapkan oleh mahasiswa dari seorang Rektor, mahasiswa juga tidak meminta sesuatu yang bersifat materi yang besar karena mahasiswapun sadar bahwa biaya pendidikan yang mahal dan beban pengelolaan perguruan tinggi yang tinggi membutuhkan perhatian pendanaan lebih ketimbang kegiatan mahasiswa yang masih bisa diusahakan dari pendanaan luar kampus.

Mahasiswa juga tidak berharap adanya perlakuan berlebihan yang cenderung kekanak-kanakan. Karena mahasiswa hanya ingin diperlakukan sebagaimana layaknya manusia kampus yang setara dan mandiri. Karena dengan perlakuan ini, tentunya akan jauh lebih merasa dihargai dan memiliki satu pengakuan atas dirinya yang membuat mahasiswa lebih bersemangat dan percaya diri.

Mantan Rektor ITB Bandung, Prof Djoko Santoso pernah menganalogikan perguruan tinggi sebagai ‘‘Bis Umum‘‘. Sopirnya adalah rektor itu sendiri, kondekturnya adalah staff pengajar/dosen, lalu ada pembantu-pembantu lainnya sebagai staff tata usaha, mahasiswa itu adalah penumpang lalu turun lagi. Yang jadi pertanyaan disini adalah apakah sang sopir Unsyiah 4 tahun ke depan memiliki SIM A atau SIM B atau hanya mimiliki SIM C.

Mahasiswa disini punya peran yang lebih penting yaitu ‘kesinambungan ilmu pengetahuan‘. Begitu mahasiswa turun ia membawa pengalamannya selama di Bis itu ke tempat lain dan bermanfaat bagi masyarakat.

Perlunya pendidikan mahasiswa yang terpadu di dalam sistem perguruan tinggi, karena kampus tidak hanya sebagai transfer of knowledges akan tetapi untuk pembentukan karakter manusia Indonesia khususnya Aceh masa depan untuk menghasilkan karya-karya nyata sehingga kampus menjadi centre of change. Kerjasama antara rektorat[rektor yang baru] dengan lembaga kemahasiswaan untuk bersama-sama mewujudkan visi perguruan tinggi menjadi sebuah prioritas bagi rektor yang akan datang. Saatnya rektorat menjamin dan mendukung keberlangsungan lembaga kemahasiswaan dan lembaga kemahasiswaan mendukung program perguruan tinggi menuju Unsyiah berskala internasional karena tanpa kolaborasi ini perguruan tinggi tidak akan bisa berjalan, mahasiswa adalah elemen terbesar dalam perguruan tinggi. Oleh karena itu kedepan dibutuhkan komuinikasi intensif agar semua rencana bisa berjalan semestinya.

‘‘Kami hanya ingin disapa‘‘, mungkin terkesan berlebihan statement ini, akan tetapi memang inilah yang dibutuhkan mahasiswa, mahasiswa tidak butuh sesuatu yang muluk-muluk karena mahasiswapun tidak akan tinggal lama di kampus ini, barangkali 4-5 tahun saja, setelah itu akan beterbangan kemana-mana tentunya menuju masa depan yang lebih baik.

Akan tetapi sungguh ironis, ternyata masih banyak mahasiswa yang bahkan sudah memasuki tingkat akhir perkuliahan tidak mengetahui bagaimana rupa bahkan nama Rektornya. Sungguh ironi seorang mahasiswa tidak mengetahui siapa rektornya dan ini menjadi catatan bagaimana visi Unsyiah dapat dijalankan pula bersama-sama dengan mahasiswa. Ada sebuah fenomena yang terjadi beberapa waktu yang lalu, dimana Rektorat ingin mengajak mahasiswa Unsyiah [PEMA,BEM dan DPM] studi banding ke Malaysia, akan tetapi yang terjadi justru mahasiswa menolak ajakan tersebut dengan berbagai pro dan kontra.

Kalau dilihat dari segi manfaat, memang kunjungan ini sangat bermanfaat terhadap Unsyiah dan perubahan mindset mahasiswa dimana mahasiswa bisa melihat langsung dinamika belajar mengajar di negeri jiran yang nantinya dapat diaplikasikan di Unsyiah, walaupun ada yang mengatakan sama saja antara studi di Malaysia dengan Indonesia, tapi tidak usah munafik realitanya Malaysia sekarang ini lebih unggul dari kita.

Yang menjadi pertanyaan disini tentunya kenapa mahasiswa menolak?, kenapa kunjungan ini dilakukan pada akhir periode Rektor Darni M.Daud?, kenapa dilakukan pada saat mahasiswa sedang membayar SPP?, kenapa menggunakan uang rakyat untuk kunjungan berjamaah?, dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang menimbulkan perdebatan.

‘‘kami hanya butuh transparansi‘‘, sebuah keinginan sederhana dari seorang mahasiswa yang ingin mendapatkan rasionalisasi atas segala kebijakan yang ada terutama yang terkait langsung dengan kehidupan mahasiswa dan lembaga kemahasiswaan. Bukan ingin ikut campur dan merasa pintar, tapi kami hanya ingin mendapat penjelasan kenapa sebuah keputusan diambil, apa yang menjadi latar belakang dan apa dampak yang sekiranya akan timbul setelah kebijakan tersebut diambil. Terutama bagi mahasiswa yang berperan di lembaga kemahasiswaan tentu juga memiliki peran dalam menyampaikan ulang dan memberikan penjelasan kepada mahasiswa lain karena mereka[lembaga mahasiswa] adalah fasilitator antara rektorat dengan mahasiswa atau representatifnya mahasiswa.

‘‘kami hanya butuh figur bapak‘‘, sosok yang menjadi teladan bagi mahasiswa dalam menuntut ilmu dengan penuh moral, sosok yang mengerti mahasiswa sebagaimana ia mengerti anaknya, seseorang yang bersedia bertemu dan berdiskusi dan membimbing secara tulus, sosok bapak yang bisa dibanggakan karena ia memiliki kapasitas intelektual yang menjadi panutan mahasiswa dan karakter yang bermoral sehingga menjadi idola mahasiswa, atau sosok seperti Alm Prof Dayan Dawood [mantan rektor Unsyiah] atau kampus tetangga[IAIN Ar-Raniry] yang pernah punya rektor seperti Alm Prof Safwan Idris . Beliau-beliau adalah sosok yang namanya terus harum sampai akhir hayatnya.

Sederhana itu saja keinginan mahasiswa terhadap Rektor, kami hanya ingin Rektor yang benar-benar tulus mencintai dan membimbing mahasiswa. Karena kami ingin maju bersama dengan kampus ini dalam rangka menuju pencapaian cita-cita bersama atau sering diperdengarkan dengan semboyan:

‘‘Tekad Bulat Lahirkan Karya-Karya Nyata, Darussalam Menuju Cita-Cita‘‘

Dengan sinergi antara mahasiswa dengan rektorat, pencapaian pembangunan perguruan tinggi akan lebih cepat terwujud dan semua itu dimulai dari rektor yang bersinergi dan mencintai mahasiswa...

Selanjutnya, mari kita lihat siapakah sosok Rektor Unsyiah yang benar-benar intelektual teladan bagi mahasiswa Unsyiah. Jawabannya ada pada pemilihan rektor yang dikabarkan akan berlangsung pada tanggal 25 Maret 2010...


By. Munzami Hs,
Mahasiswa Manajemen Fakultas Ekonomi Unsyiah
Ketua BEM FE Unsyiah Periode 2009-2010



Note : https://www.facebook.com/notes/munzami-hs/untuk-rektor-unsyiah-2010-2014/346577272789

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini